Televisi

| Rabu, 27 April 2011 | 0 komentar |
Aku pernah membaca tulisan mas Hilmy tentang benda itu di blog-nya. Yang aku tangkap dari apa yang dia tulis kurang lebih tentang bahaya yang ditimbulkan benda itu untuk anak kecil, bukan karena fisiknya tetapi karena acara-acara yang bisa kita tonton di televisi, yang tidak sesuai untuk anak kecil. Dan ternyata ada hasil penelitian yang baru aku tahu, beberapa menit yang lalu, tentang dampak buruk televisi yang lain bagi anak kecil. Selamat menikmati.


Menonton Televisi Menghambat Perkembangan Bicara dan Bahasa Anak

Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini, terjadi beberapa perubahan pada gaya hidup masyarakat pada umumnya, termasuk dalam metoda pengasuhan anak. Tak ayal karena jadwal kesibukan cukup padat, orangtua dewasa ini lebih senang membiarkan anaknya menonton televisi untuk melengkapi kebutuhan edukasi sekaligus hiburan sang anak agar para orangtua dapat memperoleh lebih banyak waktu untuk bekerja dan beristirahat.
 
Dengan banyaknya program acara atau video yang dapat dipilih, tentu tidak sulit untuk membuat anak cepat “diam” karena terpaku menonton acara kesayangannya, sambil berharap bahwa anak mereka akan berkembang dengan sendirinya karena mendapat cukup stimulasi dari acara tersebut.

Akan tetapi, apakah menonton televisi benar-benar dapat efektif membantu meningkatkan perkembangan bicara anak?

Sebuah studi yang dilakukan oleh dr. Dimitri A. Christakis serta Frederick J. Zimmerman dari Seattle Children’s Research Institute, University of Washington, AS menunjukkan bahwa vokalisasi, kosakata, dan percakapan yang dilakukan oleh pendamping anak (orangtua, pengasuh) berkurang secara bermakna selama ia menonton televisi.

dr. Dimitri A. Christakis
Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa anak-anak 8 – 16 bulan yang menonton video-video “edukasi” tersebut selama 1 jam setiap hari memiliki penurunan 6 – 8 kosa kata dibandingkan dengan anak-anak yang tidak menonton.

Studi tersebut dilakukan pada 329 anak berusia antara 2 bulan hingga 4 tahun yang masing-masing menggunakan alat perekam digital kecil pada hari-hari tertentu yang dipilih secara acak setiap bulannya selama 2 tahun. Sebuah rompi didesain khusus dengan saku dada tempat menempelkan alat perekam yang akan menangkap setiap kata yang diucapkan maupun didengarkan oleh anak selama periode 12-16 jam. Yang menjadi parameter dalam studi ini antara lain adalah jumlah kata yang diucapkan oleh pendamping anak, vokalisasi anak, dan interaksi verbal anak dalam percakapan (suatu keadaan di mana pendamping memberikan respon vokal terhadap vokalisasi anak, atau sebaliknya, dalam 5 detik).

Ternyata terdapat pengurangan jumlah dan lama vokalisasi anak, serta interaksi dalam percakapan secara bermakna (jumlah kata dapat berkurang sekitar 770 dari 1000 kata yang seharusnya didengar anak dari pendampingnya selama sesi rekaman). Hal ini penting untuk diperhatikan mengingat stimulasi merupakan faktor yang sangat penting dalam mendukung perkembangan anak. Setiap anak perlu mendapat stimulasi rutin sedini mungkin secara bertahap dan terus menerus pada setiap kesempatan.

Kurangnya stimulasi dapat menyebabkan keterlambatan pada perkembangan anak bahkan gangguan yang menetap. Terkait hal ini, Christakis juga menambahkan dalam studinya bahwa bahasa merupakan komponen penting yang diperlukan untuk perkembangan otak pada awal masa kanak.

Karena keterlambatan perkembangan bahasa akan membawa sebab keterlambatan pada tingkat atensi dan perkembangan kognitif pada anak selanjutnya.
 
Saran Dari Penelitian
Bagaimana orang tua harus menyikapi hal ini? Mungkin ada baiknya mendengar saran American Academy of Pediatrics yang mengatakan sebaiknya anak badut (bawah dua tahun) tidak diajak menonton TV. Dengan menonton TV, tentunya anak tidak mendapatkan pengalaman linguistik yang sama seperti ketika berinteraksi langsung dengan orangtua mereka. Alih-alih aktif bereksperimen, anak justru pasif, asyik menatap layar kaca. Hal ini tentunya berpengaruh pada pengembangan kreativitas anak. Karena itu, singkirkanlah remote control DVD Anda, dan ajaklah anak Anda bermain bersama.

Berangkat dari hasil studi tersebut, terdapat beberapa tips yang direkomendasikan oleh Christakis bagi orangtua dan para pengasuh, yaitu:
 
Untuk anak berusia di bawah 2 tahun:

* Hindari kebiasaan menonton televisi, dan pilihlah aktivitas yang dapat membantu perkembangan bahasa dan pertumbuhan otak anak seperti berbicara, membaca, menyanyi, bermain, mendengarkan musik, dsb.

Untuk anak berusia di atas 2 tahun:

* Jauhkan televisi dari kamar tidur anak Anda.
* Batasi penggunaan televisi maksimal 2 jam dalam sehari.
* Jika Anda memperbolehkan anak Anda menonton, pilihlah program yang sesuai dengan usianya. Berhati-hatilah dengan tontonan anak Anda. Bahkan film kartun untuk anak saja dapat menunjukkan perilaku yang kasar dan tidak patut ditiru. Untuk itu, dampingilah anak Anda selama menonton sambil membicarakan mengenai acara yang sedang ditonton.
* Matikan televisi saat makan, dan saat program yang dipilih telah berakhir.
* Jangan pernah menggunakan televisi sebagai imbalan atas apa yang telah dilakukan oleh anak Anda.
* Buatlah hari bebas media dan rencanakan sesuatu yang menyenangkan untuk dilakukan bersama anak Anda.

Bagaimanapun, setiap orangtua bertanggung jawab atas pertumbuhan dan perkembangan anak mereka. Untuk itu, mereka harus lebih kritis dan cermat dalam menentukan yang terbaik untuk anak-anak mereka. Memang, tidak mudah rasanya untuk merubah kebiasaan yang telah berakar dalam keluarga. Akan tetapi terkadang diperlukan sebuah keberanian dan tekad untuk sebuah perubahan demi masa depan yang lebih baik.
 

Sumber : http://orbit-unik.blogspot.com/2010/09/menonton-televisi-menghambat.html

Bertanya

| Jumat, 15 April 2011 | 0 komentar |
Wanita : "Kamu bisa bertanya kepada ku, mengapa aku bergabung pada perusahaan itu?"
Pria : "Tidak, aku tidak akan bertanya. Jika ada alasan bagi ku untuk mengetahui hal itu, maka kamu akan memberitahu ku sebelum aku bertanya. Kamu tidak memberitahu aku karena kamu punya alasan untuk hal itu."

Dikutip dari drama seri korea "Bread, Love and Dreams" episode 19

Alhamdulillah

| Kamis, 14 April 2011 | 0 komentar |
 Alhamdulillah. Terima kasih ya Robb, atas nikmat yang ENGKAU berikan kepada hamba siang ini. ENGKAU mengingatkan hamba kembali tentang pentingnya menjaga diri dan mulianya seorang wanita melalui Pak Yuli, yang tadi sempat memberikan ilmunya sebelum sholat dzuhur berjamaah. Ingatkanlah selalu hamba-MU ini ya ALLAH , ketika hamba lupa. Dan semoga hamba dapat selalu menjalankan apa yang ENGKAU perintahkan. Amin ya Robb.

Agar Engkau Menjadi Wanita Tercantik di Dunia

| | 1 komentar |
Dengan kecantikanmu,engkau lebih indah dari matahari...
Dengan akhlakmu,engkau lebih harum dari aroma minyak misik...
Dengan rendah hatimu, engkau lebih mulia dari bulan...
Dan dengan kelembutanmu, engkau lebih lembut dari rintik hujan...
 
Maka, jagalah kecantikanmu dengan keimanan, kerelaanmu dalam menerima apa yang ada dengan senang hati, dan harga dirimu dengan  jilbab.

Ketahuilah, perhiasanmu bukanlah emas atau perak, tetapi 2 rakaat menjelang subuh, dahagamu ditengah hari yang panas saat berpuasa, dermamu yang tersembunyi dan hanya diketahui oleh Alloh semata, air mata tobat, sujud panjang di atas karpet ibadahmu dan rasa malumu kepada Alloh tatkala tergoda oleh bisikan nista dan ajakan setan.

Kenakanlah pakaian takwa, maka engkau akan menjadi wanita tercantik di dunia, meskipun bajumu terkoyak.
Kenakanlah mantel kesantunan, agar engkau menjadi wanita tercantik di dunia, kendati engkau tak memakai alas kaki.

(dr. 'Aidh al-qarni)

Tulisan ini aku ambil dari note Facebook-nya Amanatul Hasan. Dan tentunya setelah aku mendapatkan ijin nge-share tulisannya. Semoga bisa dijadikan pelajaran.

Renungan Siang Ini

| | 0 komentar |
Bismillah..
Semoga bisa diambil manfaatnya oleh saudari-saudari muslimahku..
(KISAH)


Sore itu,, menunggu kedatangan teman yang akan menjemputku di masjid ini seusai ashar.. seorang akhwat datang, tersenyum dan duduk disampingku, mengucapkan salam, sambil berkenalan dan sampai pula pada pertanyaan itu. “anty sudah menikah?”. “Sudah”, jawabku. Kemudian akhwat itu .bertanya lagi “kenapa?” hanya bisa ku jawab dengan senyuman.. “mbak menunggu siapa?” aku mencoba bertanya. “nunggu suami” jawabnya. Aku melihat kesamping kirinya, sebuah tas laptop dan sebuah tas besar lagi yang tak bisa kutebak apa isinya. Dalam hati bertanya-tanya, dari mana mbak ini? Sepertinya wanita karir. Akhirnya kuberanikan juga untuk bertanya
“mbak kerja dimana?”, ntahlah keyakinan apa yg meyakiniku bahwa mbak ini seorang pekerja, padahal setahu ku, akhwat2 seperti ini kebanyakan hanya mengabdi sebagai ibu rumah tangga.
“Alhamdulillah 2 jam yang lalu saya resmi tidak bekerja lagi” , jawabnya dengan wajah yang aneh menurutku, wajah yang bersinar dengan ketulusan hati.
“kenapa?” tanyaku lagi.
Dia hanya tersenyum dan menjawab “karena inilah cara satu cara yang bisa membuat saya lebih hormat pada suami” jawabnya tegas.
 Aku berfikir sejenak, apa hubungannya? Heran. Lagi-lagi dia hanya trsenyum.
Ukhty, boleh saya cerita sedikit? Dan saya berharap ini bisa menjadi pelajaran berharga buat kita para wanita yang Insya Allah akan didatangi oleh ikhwan yang sangat mencintai akhirat.
“saya bekerja di kantor, mungkin tak perlu saya sebutkan nama kantornya. Gaji saya 7juta/bulan. Suami saya bekerja sebagai penjual roti bakar di pagi hari, es cendol di siang hari. Kami menikah baru 3 bulan, dan kemarinlah untuk pertama kalinya saya menangis karena merasa durhaka padanya.
 Waktu itu jam 7 malam, suami baru menjemput saya dari kantor, hari ini lembur, biasanya sore jam 3 sudah pulang. Saya capek sekali ukhty. Saat itu juga suami masuk angin dan kepalanya pusing.  Dan parahnya saya juga lagi pusing .  Suami minta diambilkan air minum, tapi saya malah berkata, “abi,umi pusing nih, ambil sendiri lah”.
Pusing membuat saya tertidur hingga lupa sholat isya. Jam 23.30 saya terbangun dan cepat-cepat  sholat, Alhamdulillah pusing pun telah hilang. Beranjak dari sajadah, saya melihat suami saya tidur dengan pulasnya. Menuju ke dapur, saya liat semua piring sudah bersih tercuci. Siapa lagi yang bukan mencucinya kalo bukan suami saya? Terlihat lagi semua baju kotor telah di cuci. Astagfirullah, kenapa abi mengerjakan semua ini? Bukankah abi juga pusing tadi malam? Saya segera masuk lagi ke kamar, berharap abi sadar dan mau menjelaskannya, tapi rasanya abi terlalu lelah, hingga tak sadar juga. Rasa iba mulai memenuhi jiwa saya, saya pegang wajah suami saya itu, ya Allah panas sekali pipinya, keningnya, Masya Allah, abi deman, tinggi sekali panasnya. Saya teringat atas perkataan terakhir saya pada suami tadi. Hanya disuruh mengambilkan air minum saja, saya membantahnya. Air mata ini menetes, betapa selama ini saya terlalu sibuk diluar rumah, tidak memperhatikan hak suami saya.”

Subhanallah, aku melihat mbak ini cerita dengan semangatnya, membuta hati ini merinding. Dan kulihat juga ada tetesan air mata yg di usapnya.
“anty tau berapa gaji suami saya? Sangat berbeda jauh dengan gaji saya. Sekitar  600-700rb/bulan. 10x lipat dari gaji saya. Dan malam itu saya benar-benar merasa durhaka pada suami saya. Dengan gaji yang saya miliki, saya merasa tak perlu meminta nafkah pada suami, meskipun suami selalu memberikan hasil jualannya itu pada saya, dan setiap kali memberikan hasil jualannya , ia selalu berkata “umi,,ini ada titipan rezeki dari Allah. Di ambil ya. Buat keperluan kita. Dan tidak banyak jumlahnya, mudah2an umi ridho”, begitu katanya.  Kenapa baru sekarang saya merasakan dalamnya kata-kata itu. Betapa harta ini membuat saya sombong pada nafkah yang diberikan suami saya”, lanjutnya
“Alhamdulillah saya sekarang memutuskan untuk berhenti bekerja, mudah-mudahan dengan jalan ini, saya lebih bisa menghargai nafkah yang diberikan suami. Wanita itu begitu susah menjaga harta, dan karena harta juga wanita sering lupa kodratnya, dan gampang menyepelehkan suami.” Lantutnya lagi, tak memberikan kesempatan bagiku untuk berbicara.
“beberapa hari yang lalu, saya berkunjung ke rumah orang tua, dan menceritakan niat saya ini. Saya sedih, karena orang tua, dan saudara-saudara saya tidak ada yang mendukung niat saya untuk berhenti berkerja . Malah mereka membanding-bandingkan pekerjaan suami saya dengan orang lain.”
Aku masih terdiam, bisu, mendengar keluh kesahnya. Subhanallah,,apa aku bisa seperti dia? Menerima sosok pangeran apa adanya, bahkan rela meninggalkan pekerjaan.
“kak, kita itu harus memikirkan masa depan. Kita kerja juga untuk anak-anak kita kak. Biaya hidup sekarang ini besar.  Begitu banyak orang yang butuh pekerjaan. Nah kakak malah pengen berhenti kerja. Suami kakak pun penghasilannya kurang. Mending kalo suami kakak pengusaha kaya, bolehlah kita santai-santai aja di rumah. Salah kakak juga sih, kalo ma jadi ibu rumah tangga, seharusnya nikah sama yang kaya. Sama dokter muda itu yang berniat melamar kakak duluan sebelum sama yang ini. Tapi kakak lebih milih nikah sama orang yang belum jelas pekerjaannya. Dari 4 orang anak bapak, Cuma suami kakak yang tidak punya penghasilan tetap dan yang paling buat kami kesal, sepertinya suami kakak itu lebih suka hidup seperti ini, ditawarin kerja di bank oleh saudara sendiri yang ingin membantupun tak mau, sampai heran aku, apa maunya suami kakak itu”. Ceritanya kembali, menceritakan ucapan adik perempuannya saat dimintai pendapat.
“anty tau, saya hanya bisa nangis saat itu. Saya menangis bukan Karena apa yang dikatakan adik saya itu benar, bukan karena itu. Tapi saya menangis karena imam saya dipandang rendah olehnya. Bagaimana mungkin dia maremehkan setiap tetes keringat suami saya, padahal dengan tetesan keringat itu, Allah memandangnya mulia. Bagaimana mungkin dia menghina orang yang senantiasa membanguni saya untuk sujud dimalam hari. Bagaimana  mungkin dia menghina orang yang dengan kata-kata lembutnya selalu menenangkan hati saya. Bagaimana mungkin dia menghina orang yang berani datang pada orang tua saya untuk melamar saya, padahal saat itu orang tersebut belum mempunyai pekerjaan. Baigaimana mungkin seseorang yang begitu saya muliakan, ternyata begitu rendah dihadapnnya hanya karena sebuah pekerjaaan. Saya memutuskan berhenti bekerja, karena tak ingin melihat orang membanding-bandingkan gaji saya dengan gaji suami saya. Saya memutuskan berhenti bekerja juga untuk menghargai nafkah yang diberikan suami saya. Saya juga memutuskan berhenti bekerja untuk memenuhi hak-hak suami saya. Semoga saya tak lagi membantah perintah suami. Semoga saya juga ridho atas besarnya nafkah itu. Saya bangga ukhti dengan pekerjaan suami saya, sangat bangga, bahkan begitu menghormati pekerjaannya, karena tak semua orang punya keberanian dengan pekerjaan itu. Kebanyakan orang lebih memilih jadi pengangguran dari pada melakukan pekerjaan yang seperti itu. Tapi lihatlah suami saya, tak ada rasa malu baginya untuk menafkahi istri dengan nafkah yang halal. Itulah yang membuat saya begitu bangga pada suami saya. Semoga jika anty mendapatkan suami seperti saya, anty tak perlu malu untuk menceritakannya pekerjaan suami anty pada orang lain. Bukan masalah pekerjaannya ukhty, tapi masalah halalnya, berkahnya, dan kita memohon pada Allah, semoga Allah menjauhkan suami kita dari rizki yang haram”. Ucapnya terakhir, sambil tersenyum manis padaku. Mengambil tas laptonya,, bergegas ingin meninggalkannku. Kulihat dari kejauhan seorang ikhwan dengan menggunakan sepeda motor butut mendekat ke arah kami, wajahnya ditutupi kaca helm, meskipun tak ada niatku menatap mukanya. Sambil mengucapkan salam, meninggalkannku. Wajah itu tenang sekali, wajah seorang istri yang begitu ridho.

Ya Allah….
Sekarang giliran aku yang menangis. Hari ini aku dapat pelajaran paling baik dalam hidupku.
Subhanallah..

Aku selalu menerima kamu apa adanya kamu, bukan karena harta, kedudukan, atau apapun…
Karena kamu yang bimbing aku,Ay……. Kamu Imam aku… salahkah kalo aku lakuin ini semua? 3 taun percuma dibanding dgn 6 bulan itu???
Berharap, dan selalu barharap jadi istri yang selalu bisa ada di samping kamu menjalani apa yang seharusnya jadi hak  aku.... Masih Mungkinkah?

Inspired by: ruang jeda

Aku mendapat tulisan itu di note Facebook-nya teman ku, Kaylila Nazya. Kalau mau baca versi aslinya, silakan klik disini. Semoga bermanfaat.

Kekhawatiran Seorang IBU

| Senin, 04 April 2011 | 0 komentar |

 Tadi pagi waktu aku mau mandi, adik ku telepon. "Mba, koe ki kenopo? Ibu telepon kok ora diangkat? Ibu loro kae, telepon yo karo nangis-nangis", begitu katanya.

 Beberapa minggu belakangan memang aku jarang menerima telepon Ibu ku. Kalaupun aku terima, biasanya saat aku sedang ada pekerjaan atau sedang kondangan, yang pasti saat-saat dimana aku tidak bisa menerima telepon lama-lama, selebihnya aku tidak pernah menerima teleponnya. Aku masih ingat, terakhir kali kami bertukar kabar Ibu ku bertanya tentang tugas akhir ku, yang sudah 1 tahun ini tidak selesai, dan pesan dari beliau pun tidak ku balas. Aku selalu menghindari pertanyaan tetang tugas akhir yang dilontarkan beliau. Dan itu pula alasannya kenapa aku tidak pernah mengangkat telepon Ibu ku beberapa minggu belakangan.

 Aku tidak suka Ibu ku bertanya tentang tugas akhir ku. Karena setelah itu beliau akan 'marah', seakan-akan tidak peduli pada alasan yang aku berikan. Kelulusan yang tertunda ini pun bukan kemauan ku. Dan ketika beliau marah, aku pun akan bertambah pusing karena memikirkan kemarahan Ibu ku. Itu alasan ku kenapa beberapa minggu belakangan aku tidak menerima teleponnya. Ada rasa tidak enak dihati ini, kesannya aku menghindari masalah, yang aku buat sendiri, tapi kenyataannya aku tetap tidak menerima teleponnya.

 Dan benar, apa yang aku lakukan selama ini adalah SALAH BESAR. Ibu ku sakit. Sesak rasanya dada ini mendengar tangisan beliau. Ibu ku sakit akibat memikirkan perbuatan ku, khawatir terjadi sesuatu pada anaknya ini, rindu pada anaknya yang jarang pulang. Maaf kan aku, Ibu. Sungguh aku tidak bermaksud menyakiti mu.

 Ya ALLAH, lindungilah selalu Ibu ku, berikanlah selalu kesehatan kepada beliau. Amiiin.

Aku sungguh menyayangi mu, Ibu..